Artikel Terbaru :
Home » » Teladan Abdurrahman bin Auf

Teladan Abdurrahman bin Auf

Written By Unknown on Sabtu, 26 April 2014 | 5:21:00 AM

hadist.web.id
Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu, sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang lahir pada tahun ke-10 dari Tahun Gajah, jadi beliau berusia 10 tahun lebih muda dari baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Nama beliau pada masa jahiliyah adalah Abdu Amru dan pada pendapat yang lain adalah Abdu Ka’bah, tapi setelah memeluk Isalm Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengganti nama beliau menjadi Abdurrahman.

Nama lengkap beliau adalah Abdurrahman bin Auf bin Abdu Manaf bin Abdul Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah al-Qurasyi al-Zuhri. Nasabnya bertemu dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam pada Kilab bin Murrah. Kinayahnya adalah Abu Muhammad sedangkan laqabnya al-Shadiq al-Barr. Ibunya bernama Asysyifa binti ‘Auf bin Abdu bin al-Harits bin Zuhrah.

Beliau adalah salah satu sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam yang memiliki kekayaan yang sangat banyak dan juga memiliki sifat yang dermawan, kekeyaan belaiu diperoleh karena kemahirannya dalam berdagang. Ia termasuk salah satu sahabat nabi yang permulaan menerima Islam (Assabiqunal Awwaluun).

Abdurrahman memeluk agama Islam sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjadikan rumah al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah SWT dua hari sesudah Abu Bakar Ash-Shiddiq masuk Islam. Seperti orang-orang yang pertama masuk islam lainnya, Abdurrahman pun tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Namun hal tersebut tidak membuatnya bergeming sedikitpun, sekalipun maut akan menjemputnya. Ia tetap sadar dan konsisten membenarkan dan mengikuti risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Lantaran konsistennya dalam menegakkan panji-panji Islam dan menjadi pengikut setia Rasulullah, kemudian ia menjadi salah seorang pelopor bagi orang-orang yang hijrah untuk Allah dan Rasulnya.

Saudagar yang Menyegerakan Infak

Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu adalah sosok yang selalu bersegera dalam berinfak. Dalam riwayat, belaiu memiliki wajah yang tampan, kulit yang putih, rambut yang panjang hingga menutupi kedua belah telinganya dan memiliki bahu yang lebar. Beliau memiliki kemampuan berdagang yang sangat baik, sehingga apabila sudah mulai berdagang, maka beberapa saat kemudian beliau sudah kembali dengan membawa laba yang banyak.

Keuletannya berdagang serta doa dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, menjadikan perdagangannya semakin berhasil, sehingga ia termasuk salah seorang sahabat yang kaya raya. Kekayaan yang dimilikinya, tidak menjadikannya lalai. Tidak menjadi penghalang untuk menjadi dermawan.

Di samping itu, ia juga sosok pejuang yang pemberani. Ia mengikuti peperangan-peperangan bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Pada waktu perang Badr, ia berhasil membunuh salah satu dari musuh-musuh Allah, yaitu Umair bin Utsman bin Ka’ab At Taimi. Keberaniannya juga nampak tatkala perang Uhud, medan di mana banyak di antara kaum muslimin yang lari, namun ia tetap di tempatnya dan terus berperang sehingga diriwayatkan, ia mengalami luka-luka sekitar dua puluh sekian luka. Akan tetapi perjuangannya di medan perang masih lebih ringan, jika dibanding dengan perjuangannya dalam harta yang dimilikinya.

Salah satu bukti perjuangan beliau dengan harta yang dimilikinya adalah tatkala Rasulullah akan melaksanakan perang Tabuk. Yaitu sebuah peperangan yang membutuhkan banyak perbekalan. Maka datanglah Abdurrahman bin ‘Auf dengan membawa dua ratus ‘uqiyah emas dan menginfakkannya di jalan allah. Sehingga berkata Umar bin Khattab, ”Sesungguhnya aku melihat, bahwa Abdurrahman adalah orang yang berdosa karena dia tidak meninggalkan untuk keluarganya sesuatu apapun.” Maka bertanyalah Rasulullah kepadanya, ”Wahai Abdurrahman, apa yang telah engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Dia menjawab, ”Wahai Rasulullah, aku telah meninggalkan untuk mereka lebih banyak dan lebih baik dari yang telah aku infakkan.” ”Apa itu?” tanya Rasulullah. Abdurrahman menjawab, ”Apa yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya berupa rizki dan kebaikan serta pahala yang banyak.”

Dalam riwayat lainnya juga dikisahkan bahwa suatu ketika datanglah kafilah dagang Abdurrahman di kota Madinah, terdiri dari tujuh ratus onta yang membawa kebutuhan-kebutuhan. Tatkala masuk ke kota Madinah, terdengarlah suara hiruk pikuk. Maka berkata Ummul Mukminin, ”Suara apakah ini?” Maka dijawab, ”Telah datang kafilah Abdurrahman bin ‘Auf.” Ummul Mukminin berkata, ”Sungguh aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Aku melihat Abdurrahman masuk surga dengan keadaan merangkak’.” Ketika mendengarkan beritatersebut, Abdurrahman mengatakan, ”Aku ingin masuk surga dengan keadaan berdiri.” Maka segeralah diinfakkan seluruh kafilah dagang miliknya tersebut.

Selain itu kebaikannya kepada sesama tidak diragukan lagi, ketika ia menjual tanah seharga empat puluh ribu dinar, yang kemudian dibagikannya kepada Bani Zuhrah dan orang-orang fakir dari kalangan muhajirin dan Anshar. Ketika Aisyah mendapatkan bagiannya, ia berkata, ”Aku mendengar Rasulullah bersabda, tidak akan memperhatikan sepeninggalku, kecuali orang-orang yang bersabar. Semoga Allah memberinya air minum dari mata air Salsabila di surga.”

Dan patut diingat juga, beliau sangat memperhatikan Umahatul Mu’minin. Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat, Abdurrahman bin Auf selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Menyertainya apabila mereka berhaji, yang ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Abdurrahman. Dia juga pernah memberikan kepada mereka sebuah kebun yagn nilainya sebanyak empat ratus ribu dinar.

Hijrah Bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam

Abdurrahman turut dalam kelompok sahabat Rasulullah yang hijrah ke Habasyah untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum Quraisy yang tak henti-hentinya menteror mereka. Takkala Rasulullah SAW dan para sahabat hendak melakukan hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf termasuk orang yang menjadi pelopor kaum Muslimin untuk mengikuti ajakan Nabi yang mulia ini. Di kota Madinah, Rasulullah SAW banyak mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Di antaranya Abdurrahman bin Auf yang dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’ al-Anshory.

Lalu Sa’ad berkata kepadanya: Saudaraku! aku adalah salah seorang penduduk Madinah yang punya banyak harta, pilihlah dan ambillah dan aku juga mempunyai beberapa orang isteri, lihatlah salah satunya yang mana yang menarik hatimu sehingga aku bisa mentalaknya untukmu. Abdurrahman menjawab “semoga Allah memberkatimu pada hartamu dan keluargamu (akan tetapi) tunjukkanlah di mana letak pasarmu.” Merekapun menunjukkan pasar, maka beliaupun melakukan transaksi jual beli sehingga mendapatkan laba (yang banyak) dan telah mampu membeli keju dan lemak. Kemudian tidak lama berselang beliaupun sudah dipenuhi oleh wewangian (menikah). Lalu Rasulullah SAW. bertanya: “apa gerangan yang terjadi denganmu?”, Ia menjawab: “Wahai Rasulullah, aku telah menikah. Baginda bertanya: apa maharnya? Ia menjawab: “emas sebesar biji kurma”. Baginda bertanya kembali: “buatlah walimah (pesta perkawinan) walaupun dengan satu ekor kambing”.

Abdurrahman bin Auf boleh miskin materi, tapi ia tidak akan pernah menjadi miskin mental. Jangankan meminta, ia pun pantang menerima pemberian orang selain upahnya sendiri. ‘Tangan di bawah’ sama sekali bukan perilaku mulia. Abdurrahman bukan hanya tahu, melainkan memegang teguh nilai itu. Ia pun memutar otak bagaimana dapat keluar dari kemiskinan tanpa harus menerima pemberian orang lain. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar. Ia pun pergi ke pasar dan mengamatinya secara cermat. Dari pengamatannya ia tahu, pasar itu menempati tanah milik seorang saudagar Yahudi. Para pedagang berjualan di sana dengan menyewa tanah tersebut, sebagaimana para pedagang sekarang menyewa kios di mal.


Kreativitas Abdurrahman pun muncul. Ia minta tolong saudara barunya untuk membeli tanah yang kurang berharga yang terletak di samping tanah pasar itu. Tanah tersebut lalu dipetak-petak secara baik. Siapa pun boleh berjualan di tanah itu tanpa membayar sewa. Bila dari berdagang itu terdapat keuntungan, ia menghimbau mereka untuk memberikan bagi hasil seikhlasnya. Para pedagang gembira dengan tawaran itu karena membebaskan mereka dari biaya operasional. Mereka berbondong pindah ke pasar baru yang dikembangkan Abdurrahman. Keuntungannya berlipat.

Dari keuntungan itu, Abdurahman mendapat bagi hasil. Semua gembira. Tak perlu makan waktu lama, Abdurrahman keluar dari kemiskinan, bahkan menjadi salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang paling berada. Kegigihannya dalam berdagang juga seperti yang beliau ungkapkan sendiri: “aku melihat diriku kalau seandainya aku mengangkat sebuah batu aku mengharapkan mendapatkan emas atau perak”

Perniagaan Dengan Hartanya di Jalan Allah

Dengan meningkatnya laba dari perniagaannya maka semakin bertambahlah harta dari Abdurrahman bin Auf, tetapi hal ini tidak membuat beliau menjadi kikir dan tamak. Bahkan beliau tidak segan-segan untuk menyumbangkan hartanya di jalan Allah dan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa beliau menyumbangkan setengah dari hartanya. Hal ini seperti disebutkan bahwa Abdurrahman bin Auf menyumbangkan setengah dari hartanya sebanyak empat ribu dirham pada masa Rasulullah SAW., kemudian beliau menyumbangkan empat ribu dirham, kemudian empat puluh dinar, kemudian lima ratus kuda perang di jalan Allah, kemudian seribu lima ratus tunggangan/rahilah di jalan Allah, dan semuanya bersumber dari hasil dari perniagaan beliau.

Kemurahan hatinya untuk menyumbangkan hartanya di jalan tidak hanya berhenti dengan menyumbangkan setengah dari hartanya bahkan dalam kesempatan lainnya disebutkan bahwa beliau menyumbangkan keseluruhan hartanya. Hal ini seperti diceritakan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa manakala Abdurrahman bin Auf ditimpa oleh sebuah penyakit beliau mewasiatkan sepertiga hartanya, maka tatkala sembuh beliau menyumbangkan sendiri dengan tangannya, kemudian berkata: Wahai shahabat Rasulullah s.a.w.: saya akan memberikan sebanyak empat ratus dinar ke atas semua pasukan Badar, lalu Uthman dan beberapa orang lainnya datang menemuinya: lalu orang-orang bertanya kepadanya: “Wahai Abu Umar, bukankah anda orang kaya?” Ia berkata: “ini adalah pemberian dari Abdurrahman dan bukan sedekah, dan ia termasuk harta yang halal.” Setelah itu ia menyedekahkan sebanyak seratus lima puluh ribu dinar kepada mereka, lalu tatkala menjelang malam beliau duduk sendiri di rumahnya, lalu menuliskan sebuah catatan untuk membagikan semua hartanya kepada kaum muhajirin dan Anshar, bahkan beliau menulis termasuk baju yang dipakainya dalam catatan tersebut, dan tidak ada satupun yang disisakannya kecuali dibagikan semuanya kepada kaum fakir.

Ketika menunaikan shalat shubuh di belakang Rasulullah SAW. turunlah Jibril dan berkata: Wahai Muhammad sesungguhnya Allah berfirman kepadamu: sampaikanlah salamKu untuk Abdurrahman dan terimalah semua catatannya kemudian kembalikanlah semua kepadanya dan katakan kepadanya: Allah telah menerima sedekahmu dan ia adalah wakil Allah dan wakil RasulNya maka kembangkanlah hartanya sesuai dengan kemauannya, dan kelolalah hartanya sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya dan ia tidak akan diminta pertanggungjawab dan beritahulah kabar gembira (bahwa ia dijamin masuk syurga).

Disamping menyumbangkan hartanya untuk fakir miskin dan orang-orang muslim, beliau juga diceritakan merupakan orang yang paling banyak memerdekan hamba. Dalam sebuah riwayat Ja’far bin Burqan berkata: saya pernah mendengar bahwa Abdurrahman bin Auf telah memerdekakan hamba sebanyak tiga puluh ribu jiwa. Dan Abu Amr berkata: dalam satu riwayat disebutkan bahwa beliau memerdekakan sebanyak tiga puluh hamba dalam satu hari.

Beberapa keutamaan yang dimiliki oleh Abdurrahman bin Auf

I. Menjadi Imam Shalat saat bersama Rasulullah SAW
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa dalam satu peperangan Rasulullah SAW. menjadi makmum Abdurrahman bin Auf. Dalam riwayatnya Amr bin Wahab mengatakan bahwa al-Mughirah bin Syu’bah menyebutkan bahwa menjelang shubuh hari Nabi mengajak al-Mughirah untuk menemaninya membuang hajat. Setelah buang hajat beliau Rasulullah SAW memintanya untuk mengambalikan air wudhu’ namun ternyata mereka sudah terlambat karena rombongan sedang menunaikan shalat yang diimami oleh Abdurrahman bin Auf. Ketika itu ia mencoba untuk menghentikan shalat jemaah tersebut dengan kembali mengumandangkan azan namun Nabi SAW. melarangnya sehingga Nabi SAW. menjadi makmun kepada Abdurrahman bin Auf.

II. Termasuk di dalam yang disebutkan kepastiannya masuk ke dalam surga

Beliau merupakan salah seorang sahabat Rasulullah SAW. yang dijamin masuk surga. Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Zayd berkata: Rasulullah s.a.w. berkata: sepuluh orang yang dijamin masuk surga: Abu Bakar, Umar, Ali, Utsman, Zubair, Thalhah, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan Sa’ad bin Abi Waqqas. Beliau berkata: beliau telah menyebutkan satu persatu dari yang sembilan orang dan kemudian berhenti sejenak pada bilang yang kesepuluh. Maka orang bertanya-tanya: kami memohon kepadamu atas nama Allah siapakah orang yang kesepuluh? Beliau menjawab: kalian meminta keseriusan saya atas nama Allah, (orang yang yang kesepuluh adalah) Abu al-A’war (kuniyah terhadap Sa’id bin Zaid)

III. Rasulullah SAW percaya terhadap kekuatan imannya

Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud berkata: Bahwa Rasulullah SAW. memberikan (sesuatu) kepada khalayak ramai dan tidak memberikan apapun kepada Abdurrahmah bin Auf sedangkan ia berada dalam khalayak tersebut, lalu Abdurrahman bin Auf keluar dari barisan tersebut dalam keadaan menangis, maka Umar bin Khattab melihat dan berkata: apa yang membuatmu menangis? Ia menjawab: Rasulullah s.a.w. memberikan sesuatu kepada orang ramai padahal saya ada di tengah orang-orang tersebut, maka aku takut Rasulullah s.a.w. tidak memberikan sesuatu kepadaku disebabkan oleh hal yang tidak disukai dariku. Beliau berkata: lalu Umar masuk menemui Nabi s.a.w. dan menceritakan peristiwa yang dialami oleh Abdurrahman bin Auf, lalu Rasulullah s.a.w. berkata: Saya tidak marah kepadanya akan tetapi telah menyerahkannya kepada keimanannya.

IV. Keilmuannya yang Dalam

Ibnu Abbas r.a. bahwa ketika Umar menuju ke Syam dan manakala sampai di Sara’ beliau dikabarkan bahwa Syam telah dilanda oleh penyakit waba’ (penyakit menular), lalu mengumpulkan semua shahabat Rasulullah s.a.w. dan meminta pendapat, sehingga muncullah berbagai pendapat namun beliau menyetujui pendapat untuk kembali (agar tidak meneruskan perjalanan). Tiba-tiba muncullah Abdurrahman bin Auf yang menghilang beberapa saat karena buang hajat lalu berkata: Sesungguhnya saya sangat mengerti masalah ini, karena aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: apabila terjadi penyakit menular di suatu tempat maka janganlah kamu masuk ke dalamnya dan apabila terjadi di suatu tempat sedangkan kamu berada di dalamnya maka janganlah kamu keluar darinya karena lari dari penyakit tersebut.

V. Menjadi rujukan Umar

Anas r.a. menceritakan bahwa peminum khamar Nabi SAW dijatuhkan hukuman jilid dengan pelepah kurma dan sandal sebanyak empat puluh kali dan demikian juga Abu Bakar. Seterusnya Anas r.a. menceritakan ketika Umar diangkat menjadi Khalifah: sesungguhnya orang kampung telah datang ke kota, apa pendapat kalian tentang hukum peminum khamar? Lalu Abdurrahman bin Auf berkata: kita menetapkan hukumannya di bawah hukuman hudud maka (Umarpun) menetapkan hukuman sebanyak delapan puluh kali pukulan.

VI. Sifat Tawadhu

Walaupun beliau merupakan sosok shahabat Nabi s.a.w. yang telah dijanjikan masuk syurga namun beliau titel tersebut tidak menyebabkan beliau lupa diri. Sa’id bin Jubair berkata: Abdurrahman bin Auf tidak dapat dibedakan di antara hamba sahayanya.

Wafat dan Warisan dari Abdurrahman bin Auf

Abdurrahman bin Auf meninggal pada tahun 31H, dalam pendapat lain disebutkan pada tahun 32H ketika berumur 75 tahun. Dalam pendapat lain disebutkan berumur 72 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman Baqi’ yang diimami oleh Utsman berdasarkan wasiatnya. Diriwayatkan oleh Ibnu al-Najjar di dalam kitab Akhbar al-Madinah dengan sanadnya dari Abdurrahman bin Humaid dari Bapaknya berkata: ketika ajal hendak menjemputnya Aisyah mengirimkan seseorang kepadanya supaya dikuburkan di sisi Rasulullah SAW. dan kedua saudaranya, maka ia menjawab: saya tidak mau menyempitkan ruang rumahmu karena sesungguhnya saya telah berjanji kepada Ibnu Maz’un siapa saja yang meninggal maka akan dikuburkan di sisi sahabatnya dan dengan demikian makam Utsman bin Maz’un dan Abdurrahman bin Auf berada di sisi qubah Ibrahim bin Rasulullah SAW.

Saat wafat Abdurrahman bin Auf meninggalkan dua puluh delapan anak lelaki dan delapan anak perempuan. Hal yang sangat menarik sekali bahwa walaupun sudah menyumbangkan hampir keseluruhan hartanya di jalan Allah SWT. namun beliau masih meninggalkan harta warisan yang sangat banyak sekali. Dalam sebuah riwayat, diceritakan bahwa di antara harta peninggalan Abdurrahman bin Auf adalah emas murni sehingga tangan para tukang merasa kewalahan (lecet) untuk membagikannnya dan empat orang isterinya masing-masing menerima harta warisan sebanyak delapan puluh ribu dinar.

Abu Amr berkata: beliau adalah seorang pedagang sukses dalam bidang bidang perniagaan, sehingga mendapatkan laba yang sangat banyak dan meninggalkan sebanyak seribu unta, tiga ratus kambing, seratus kuda perang yang digembalakan di daerah Naqi’ dan mempunyai lahan pertanian sehingga kebutuhan keluarganya setahun dipasok dari hasil tanaman tersebut. 
Share this post :
 
KEMBALI KEATAS | Home | Redaksi | Pasang Iklan | Kirim Artikel | Daftar ISI
Copyright © 2014 HadistWEB - All Rights Reserved